Monday 6 February 2017

Peraturan Desa serta Mekanisme Pembuatannya

Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa. Sehingga peraturan di desa satu dengan desa yang lain bisa berbeda-beda, hal tersebut berkaitan dengan kebijaksanaan Kepala Desa dan BPD tentang program yang sedang digalakkan di desa tersebut. Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat. Peraturan Desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa. Untuk melaksanakan Peraturan Desa, Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa. Nama istilah Peraturan Desa dapat bervariasi di Indonesia.

1. Kedudukan Peraturan Desa


Keberadaan Peraturan Desa mulai dikenal sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan sejak diundangkannya Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai salah satu tugas dari Badan Perwakilan Desa, sebuah badan yang dibentuk sebagai perwujudan demokrasi ditingkat desa.
Pemberlakuan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang baru melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tetap mengakui dan menguatkan Peraturan Desa meskipun tetap belum memberikan definisi atau batasan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa. Definisi tentang Peraturan Desa disebutkan di dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. Definisi ini juga yang digunakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 yang merupakan pengaturan lebih lanjut tentang Desa.
Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, Peraturan Desa didudukan menjadi salah satu jenis peraturan perundang-undangan di dalam hierarkhi yang digolongkan ke dalam salah satu bentuk Peraturan Daerah. Hal ini kemudian hari diakui sebagai sebuah kesalahan karena Peraturan Desa berbeda dengan Peraturan Daerah sehingga di dalam Undang-Undang tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Peraturan Desa dikeluarkan dari hierarkhi peraturan perundang-undangan, tetapi tetap diakui keberadaannya sebagai salah satu jenis peratuan perundang-undangan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

2. Materi Muatan Peraturan Desa


Undang-Undang 32 Tahun 2004 tidak menyebut secara khusus tentang apa saja materi muatan Peraturan Desa, tetapi hanya menyebutkan untuk pembentukan lembaga kemasyarakatan desa dan pengelolaan keuangan desa yang disusun dalam anggaran pendapatan dan belanja desa harus ditetapkan di dalam peraturan desa (pasal 211 dan Pasal 212). Sedangkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 menyebutkan bahwa materi muatan Peraturan Desa adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pada pasal 55 menyebutkan bahwa Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Adapun materi muatan Peraturan Desa dilarang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa menurut Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah:
  1. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
  2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
  3. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
  4. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Jika mengacu kepada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentu saja materi muatan Peraturan Desa menjadi sangat luas, sedangkan pembagian urusan pemerintahan yang kemudian diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 hanya mengatur hingga Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, sehingga apa yang akan diatur oleh Peraturan Desa sudah sedemikian terbatas dan bergantung kepada pendelegasian atau tugas pembantuan dari pemerintahan ditingkat yang lebih tinggi. Mengacu pada pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tersebut maka artinya Pemerintah Desa tidak dapat begitu saja membentuk sebuah peraturan desa untuk menjabarkan sebuah peraturan perundang-undangan ditingkat lebih tinggi jika tidak ada perintah dari peraturan perundang-undangan atau pendelegasian karena urusan atau kewenangan asli yang diselenggarakan oleh desa sangat terbatas.
Materi muatan yang secara khusus disebut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 untuk ditetapkan dengan Peraturan Desa adalah pembentukan dusun atau dengan sebutan lain (Pasal 3), susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah desa (Pasal 12), APBDes (Pasal 61 dan 73) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (Pasal 64), Pengelolaan Keuangan Desa (Pasal 76), Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (Pasal 78), dan Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan (Pasal 89).

3. Mekanisme pembentukan peraturan desa


Secara khusus Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 memerintahkan bahwa pedoman Pembentukan dan mekanisme penyusunan Peraturan Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa.
Peraturan Daerah yang mengatur tentang pedoman pembentukan dan mekanisme penyusunan Peraturan Desa tersebut sekurang-kurangnya memuat:
  1. Asas pembentukan;
  2. Perencanaan penyusunan;
  3. Materi muatan;
  4. Pembahasan dan pengesahan;
  5. Teknik penyusunan;
  6. Penyebarluasan; dan
  7. Partisipasi masyarakat.
Akan tetapi penyusunan Peraturan Daerah dimaksud juga harus memperhatikan perkembangan terbaru, khususnya dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dimana Peraturan Desa tidak lagi ditempatkan di dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan sehingga beberapa hal khususnya dalam materi muatan harus disesuaikan. Sistematika di batang tubuh dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tidak harus mengikuti susunan di dalam Pasal 19 Permendagri Nomor 26 Tahun 2007.
Substani yang perlu diperjelas atau dipertegas di dalam Peraturan Daerah tersebut adalah :
  • Materi muatan Peraturan Desa;
  • Perencanaan penyusunan peraturan desa yang berdasarkan kebutuhan nyata, baik berdasarkan perintah perundang-undangan yang lebih tinggi, perlunya kajian yang dibutuhkan dalam hal peraturan desa tertentu seperti pembentukan dusun;
  • Mekanisme pembahasan, hak BPD dan Kepala Desa, bisa menjadi acuan Peraturan Tata Tertib pembahasan di BPD;
  • Mekanisme pengawasan preventif dan represif, dalam hal ini Peraturan Daerah perlu menegaskan pendelegasian pengawasan kepada camat atau tidak, instansi mana yang bertugas melakukan pengawasan Peraturan Desa di Pemerintah Kabupaten, bagaimana dengan peran bagian hukum di kabupaten, pengajuan keberatan terhadap Peraturan Desa oleh masyarakat, pembatalan Peraturan Desa;
  • Mekanisme partisipasi masyarakat, bukan sekedar norma umum.
Sedangkan hal-hal lain dapat mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan disesuaikan dengan kepentingan daerah.
Pada intinya Penyusunan Peraturan Desa bukanlah sebuah kegiatan yang dilaksanakan semata-mata untuk memenuhi tugas yang diemban oleh Kepala Desa dan BPD, melainkan benar-benar untuk menyelesaikan permasalahan dan memberikan manfaat bagi masyarakat desa. Peraturan Desa sebagai salah satu instrumen hukum yang mengatur masyarakat harus memiliki wibawa sehingga dipatuhi oleh masyarakatnya sendiri.


Dasar hukum:

  1. Undang-Undang Dasar 1945,
  2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
  3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
  4. Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Tata Cara Pembentukan Undang-undang,  
sumber

0 komentar:

Post a Comment